NOVEL "BREAKERS" : CHAPTER THREE



Tiba-Tiba-tiba mata kananku terasa panas seperti terbakar,
dan aku sedikit menjerit. Aku merasakan sesuatu yang berbeda.
Akhirnya kumiliki kekuatan Break. Kekuatan yang mengendalikan waktu.
Si penguasa dimensi waktu.
Breaking Time.

Chapter Three : Breaking Time

Rasa panas kini terpusat di mata kananku. Mataku terasa seperti menghirup semua api yang ada disekitarku. Rasa perih ini semakin menjadi-jadi, bahkan meneteskan airmata sedikitpun tak bisa kukeluarkan.untuk memadamkan api yang yang terasa penuh amarah ini. Selama bebrapa menit aku berteriak meronta-ronta sambil menutupi mata kananku dengan kedua telapak tanganku. Sedangkan mata kiriku meneteskan airmata, airmata penderitaan dari kesakitan yang kurasakan. Apakah ini konsekuensinya? Resiko yang kuambil untuk memenuhi ambisiku. Tetapi, kata gadis itu penderitaan yang kualami adalah penderitaan psikis, bukan penderitaan fisik seperti ini.

Akhirnya rasa panas dimataku mulai reda. Kucoba bekedip untuk melatih otot mataku apakah masih berfungsi atau tidak. Mataku masih normal. Saat kupandang sekelilingku, kulihat Tulo sedang duduk diatas kasur putih itu sambil tersenyum gembira, seperti tujuannya telah tercapai. Mungkin itu yang ada dipikiranku.


“Bagaimana Rowan? Kau baik-baik saja? Sekarang kau telah terikat kontrak denganku. Karena kau telah memiliki kekuatanku, kini aku juga bisa masuk keruangan putih bersih ini dengan sesuka hatiku.” katanya riang.
“Diruangan ini? Memangnya apa istimewanya ruang ini? Bukankah lebih menyenangkan di taman kota itu?” tanyaku.
“hmm.. taman kota itu memang menyenangkan bagimu. Tapi tidak bagi setiap orang, Rowan. Dan akupun juga memiliki tujuan . Yah.. untuk sementara ini aku berhasil berada di 'batas' ini. Hahaha..” kata Tulo dengan gembiranya seperti keluar dari belenggu yang memenjarakannya bertahun-tahun.

Namun hal ini menimbulkan kecurigaanku. Tapi saat ini itu bukan hal yang penting bagiku. Tujuanku saat ini adalah menyelamatkan semua penumpang di bis itu.
“Tulo, bagaimana caranya aku kembali ke duniaku? Aku harus segera menolong mereka. Aku sudah terlalu lama disini.” Kataku dengan sedikit panik.
“Tenanglah Rowan. Ditempat ini tidak ada waktu. Disini adalah area dimana waktu tidak dapat menjangkaunya. Dimensi waktu terhenti disini. Selama kau ada disini, kau tak akan kehilangan satu detikpun di duniamu.” jawab Tulo menenangkanku.
“kini pejamkan matamu, pusatkan semua keinginanmu dan salurkan ke mata barumu” kata Tulo memberi petunjuk.
Lalu kuikuti petunjuk yang diberikan Tulo. Kupejamkan mataku, dan kupusatkan keinginanku untuk kembali ke bus itu. Dan mata kananku seperti menangkap sinyal. Seperti jaring ikan yang bergerak-gerak karena berhasil menangkap ikan yang besar dan banyak.

Tiba-tiba tubuhku terhisap oleh pusaran angin yang deras, mendorongku kesebuah lorong yang gelap, sensasinya seperti lorong wahana luncuran kolam renang yang gelap dan tinggi sekali. Tapi bedanya, aku terhisap keatas, bukan terjun kebawah. Selama bebrapa detik aku merasakan sensasi itu, kini aku berhenti menandakan aku telah tiba ketujuanku. Ku buka mataku perlahan, di bus itu tampak hening dan sunyi. Tak ada satupun suara atau desahan ketakutan dan kegelisahan penumpang bus ini.

Kulihat penjahat kaos hitam itu tampak menodongkan pistol ke penumpang lain tanpa bergerak sedikitpun, termasuk penumpang yang tetap diam berjongkok dengan ekspresi yang tidak berubah. Penjahat berjaket kulit yang tadi menghardik ku, tampak memelototiku dengan mulut yang terbuka, seperti sedang mengatakan sesuatu. Situasi ini seperti permainan jaman duluyang sering kumainkan waktu kecil, ketika si penjaga menghitung angka sampai sepuluh, semua pemain harus berusaha menyentuh tiang yang dijaga oleh si penjaga. Ketika sipenjaga menoleh, semua pemain lain harus bersikap mematung tanpa gerak sedikitpun. Bila sedikit bergerak, maka pemain tersebut dianggap kalah dan berganti giliran sebagai penjaga.

Aku masih tertegun melihat situasi yang terjadi di bus ini. Saat aku masih memandangi tiap penumpang didepanku, tiba-tiba ada suara yang mengagetkanku.
“lama sekali kau,Rowan. Aku sudah bosan menunggu.” suara gadis itu memecahkan lamunanku.
Aku lupa jika aku bergandengan dengan gadis itu. Tanganku terasa hangat digenggamannya. Aku berusaha untuk melepaskan genggamannya agar dia tidak memikirkan hal macam-macam tentangku. Tapi gadis itu justru menggengam tanganku dengan kencang.
“hei, sebelum kau berpikir macam-macam, biarkan aku menjelaskannya dulu. Kau jangan besar kepala jika aku menggenggam tanganmu,Rowan. Aku melakukan ini agar aku tidak terkena efek 'break'mu. Jadi aku menggunakan “Mind Link” ku sehingga aku bisa aman. Karena aku takut kau akan macam-macam bila aku terkena efek breakmu.” Jawab gadis itu menjelaskan.

Kali ini gadis itu tampak malu-malu, kulihat dari wajah putih orientalnya mulai memerah.
“hei , meskipun kau bisa membaca pikiranku, aku tak akan memiliki pikiran seperti itu,Bodoh.” kataku dengan sombong.
 Kali ini aku tak takut lagi dengannya. Karena saat ini aku memiliki kekuatan break. Bisa dibilang kami seimbang sekarang. Wajah gadis itu tampak semakin memerah. Bukan karena malu lagi, tapi marah.

''Terserah kau! Lebih baik saat ini kita bereskan penjahat itu. Pertama-tama, kita ambil dulu senjatanya dan rusak remote control peledak bom di saku itu.” kata gadis itu memberi petunjuk seakan dialah bosku.
Gadis itu bangkit berdiri dengan menggenggam tanganku dan mulai berjalan. Ia tetap berjalan tanpa menoleh kebelakang untuk melihatku. Dan akupun juga hanya diam. Perasaanku saat ini menjadi bingung dan malu. Karena baru kali ini aku bergandengan tangan dengan lawan jenis saat dewasa. Padahal, waktu taman kanak-kanak dulu aku tetap biasa saja jika bergandengan dengan lawan jenis. Mungkin ini perasaan malu yang dirasakan gadis itu, sehingga tak ada salah satupun dari kami yang berbicara mengucapkan sepatah katapun.
Gadis itu mengambil semua pistol dan senjata berbahaya lainnya dari tangan penjahat-penjahat itu lalu memasukkan pistol-pistol itu kedalam tas ransel hitam miliknya, tanpa melepaskan genggaman tanganku. Mungkin dia benar-benar takut jika aku melepaskan genggaman tangannya.

“Rowan, jangan diam saja! Bantu aku menyimpan pistol ini ke ranselku” perintahnya.
“iya cerewet.” jawabku singkat.
Aku membuka risleting ranselnya, lalu menutupnya kembali setelah ia menyimpan semua pistolnya.
 “saatnya hentikan breakmu Rowan. Kini giliranku beraksi.” kata gadis itu.
“bagaimana cara menghentikannya?” tanyaku kebingungan.
“perintahkan mata hijaumu itu untuk melanjutkan waktu! Seperti cara kau mengaktifkannya.” kata gadis itu. Kali ini cukup keras perkataannya.

Tanpa kujawab perintahnya, kupusatkan kekuatan dimata kananku yang kata gadis itu bewarna hijau. Dan kuperintahkan mereka untuk menjalankan waktu lagi. Saat break ku berhenti, gadis itu melepaskan genggaman tanganku cepat sekali dan mengambil ancang kuda-kuda jurus beladiri. Gerakannya sangat cepat. Meskipun tubuhnya lebih kecil dan pendek daripada penjahat-penjahat itu, ia menendang dari belakang kaki penjahat itu sehingga jatuh berlutut dan memukul tengkuk lehernya hingga penjahat besar itu roboh pingsan tak sadarkan diri.

Kedua penjahat lainnya tersadar lalu mencoba mengarahkan pistolnya ke gadis itu, tapi betapa terkejutnya mereka. Pistol yang mereka pegang sudah hilang entah kemana. Aku sempat tertawa pelan. Sungguh konyol sekali pertarungan seperti ini. Dengan tanpa ampun, gadis itu menerjang penjahat berkaos hitam dari depan langsung dan memukul bagian vital ditubuh penjahat itu. Mungkin dibagian limpa hatinya. Penjahat itu juga roboh tak sadarkan diri dengan mulut berbusa. Mungkin jurusnya berupa karate atau seperti Black Widow dalam tokoh Marvel komik kesukaanku.

Para penumpang yang ketakutan mulai bersorak-sorai seperti melihat pertandingan tinju. Ketakutan mereka sudah hilang melihat kedua penjahat itu roboh. Si kakek terlihat berpelukan dengan istrinya sebagai ungkapan syukur atas kejadian ini. Aku yakin bisa merasakannya. Terlebih lagi benda yang dimiliki kakek itu selamat.

Melihat kedua temannya roboh tak sadarkan diri, penjahat berjaket kulit itu mulai panik dan berteriak.
”Hentikan! Bila kalian berani macam-macam, aku akan meledakkan bom yang ada ditas ini! “ ancam penjahat itu sambil menggenggam sebuah remote control.
Penumpang lain mulai histeris. Mereka kembali ketakutan seperti melihat jagoan tinjunya gugur setelah di uppercut hingga tak sadarkan diri. Disaat mereka ketakutan, aku hanya duduk dan melihatnya tanpa ketakutan. Karena aku sudah tahu hasilnya. Jadi biar kunikmati pertunjukan ini. Gadis itu mulai maju kedepan tanpa takut, sedangkan penumpang berteriak untuk melarang gadis itu memajukan langkahnya. Atau seperti melarang anak gadis yang akan bunuh diri dengan loncat dari ketinggian 500 meter. Si penjahat itupun juga semakin gemetaran dengan tingkah laku gadis itu. Si penjahat itu berjalan mundur dengan berkata 
“hentikan! Aku tidak main-main! Biar kita semua mati di bis ini! “ .

“lakukan saja jika kau berani, bodoh.” kata gadis itu dengan tatapan mata tajamnya. Karena semakin ketakutan, akhirnya penjahat itu kehilangan akal sehat dan pasrah.
”persetan kau! Matilah kalian semua!!” teriak penjahat itu dengan menekan tombol digenggamannya dengan memejamkan mata.
Para penumpang lain juga mulai ketakutan hingga menangis. Adapula yang menggengamkan tangannya seperti berdoa. Mungkin dia menyampaikan harapan terakhirnya sebelum bus ini meledak. Setelah sekian detik berselang, penjahat itu terdiam. Mungkin dia pikir dia sudah mati. Lalu membuka matanya.
“kenapa aku masih ada disini? Bukannya seharusnya aku sudah mati? Dan kalian juga sudah harus mati! “ kata penjahat itu. Sepertinya ia mulai gila.
“jika kau ingin meledakan bom, pasang dulu baterainya,bodoh” kata gadis itu.
Para penumpang yang tadi ketakutan, kini mulai berubah. Ekspresi mukanya menjadi merah sekali. “serbuuuuuu!!!” kata seorang penumpang memberikan ancang-ancang seperti dalam permainan rugby.

Tanpa dikomando pun, para penumpang lain langsung maju dan menghajar penjahat itu hingga babak belur dan pingsan. Aku hanya tertawa dari belakang melihat pertunjukan tadi. Sungguh lucu akhir dari drama pembajakan ini.
“semuanya, cepat ikat para penjahat ini dan panggilah polisi. Dan tunjukkan bom di tas ini sebagai barang buktinya” Perintah gadis itu.
Semua penumpang pun mengangguk dan memberikan terimakasih padanya. Tak ada satupun penumpang yang memberikan terimakasih padaku. Padahal berkat 'break' ku lah penjahat ini berhasil dikalahkan. Tapi akhirnya aku cukup puas karena tujuan pertamaku untuk menolong orang lain berhasil. Mungkin ambisiku bisa berkembang seperti yang dikatakan Tulo tadi. Aku serasa seperti pahlawan bertopeng ketika tak seorangpun berterimakasih atas jasaku.
“Rowan, ayo kita turun disini” ajak gadis itu.
Aku bingung, mengapa dia mengajakku turun? Tujuanku adalah berangkat kesekolah.
“aku mau kesekolah” jawabku.

“aku tahu Rowan. Tapi bus ini akan pergi ke kantor polisi dulu.” kata gadis itu sambil berkacak pinggang.
Akhirnya aku setuju dan turun dari bus itu bersama gadis beramput panjang ini. Saat kami hendak turun, tiba-tiba kakek beruban itu menghampiri kami dan berkata terhadap gadis itu.
“nak, bisakah aku minta tolong padamu? Simpanlah benda ini untuk sementara waktu. Ini sangat penting. Hubungi aku beberapa hari lagi.“ kata kakek itu sambil menyerahkan bungkusan putih itu dan kartu nama disakunya.
“baiklah kek. Kami akan menghubungimu nanti.” kata gadis itu sambil tersenyum.
Akhirnya aku dan gadis itu turun dari bus itu di halte jalan Stayarrow. Setelah menurunkan kami berdua, bus itu memutar arah untuk menuju kantor polisi terdekat.
“Rowan, tolong bawakan benda ini. Aku lelah” perintah gadis itu dengan jutek.
Akhirnya kubawa bungkusan itu. Aku penasaran dengan bungkusan putih itu. Kucoba beranikan diri untuk membukanya. Betapa kagetnya aku, sebuah bongkahan batu kristal bewarna merah, berkilauan seolah bintang yang baru saja jatuh kebumi. Dibawah batu itu terdapat secarik kertas yang bertuliskan “piece of Ifrit Stone”


Chapter Three : Breaking Time -END-

To be Continued to Chapter Four-

0 Response to "NOVEL "BREAKERS" : CHAPTER THREE"

Post a Comment